Belanja atau membawa barang dari luar negeri sudah menjadi bagian dari gaya hidup modern. Namun, banyak orang masih abai terhadap berbagai regulasi dan risiko yang menyertainya. Jika tidak berhati-hati, barang yang dibeli bisa tertahan di bea cukai, dikenakan pajak tinggi, atau bahkan disita.
Agar hal itu tidak terjadi, mari kita bahas aspek teknis dan legal yang wajib diketahui sebelum membawa barang dari luar negeri ke Indonesia.
1. Ketentuan Bea Masuk dan Pajak Impor
Saat membawa barang dari luar negeri, setiap orang akan berhadapan dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Barang bawaan pribadi yang melebihi batas nilai tertentu akan dikenakan:
-
Bea Masuk (Customs Duty)
-
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11%
-
Pajak Penghasilan (PPh) tergantung status NPWP
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, batas pembebasan bea masuk untuk barang pribadi penumpang internasional adalah USD 500 per orang. Jika nilai barang melebihi batas itu, maka sisanya akan dikenakan tarif pajak kumulatif.
Contoh: Jika kamu membawa jam tangan senilai USD 1.000, maka USD 500 pertama bebas pajak, dan USD 500 sisanya akan dikenai tarif bea dan pajak sesuai klasifikasi HS Code (Harmonized System Code).
2. HS Code dan Klasifikasi Barang
Setiap barang impor memiliki kode klasifikasi HS (Harmonized System). Kode ini digunakan untuk menentukan tarif bea masuk dan regulasi lainnya. Misalnya:
-
Elektronik konsumen (TV, laptop) memiliki tarif bea masuk berbeda dengan pakaian jadi atau makanan olahan.
-
Barang berteknologi tinggi mungkin masuk kategori barang dengan pengawasan khusus, misalnya drone atau alat komunikasi.
Penting untuk mencari tahu HS Code barangmu terlebih dahulu agar bisa menghitung estimasi biaya yang harus dibayar.
3. Barang Larangan dan Pembatasan (Lartas)
Tidak semua barang boleh dibawa bebas. Ada yang termasuk dalam Barang Larangan dan/atau Pembatasan (Lartas). Contohnya:
-
Obat-obatan dan suplemen tertentu (butuh izin BPOM)
-
Senjata tajam, senjata api, atau replika (butuh izin Polri)
-
Produk hewan/tumbuhan (butuh izin dari Kementerian Pertanian)
-
Barang dengan nilai budaya tinggi (butuh izin dari Kemendikbud)
Jika membawa Lartas tanpa izin resmi, barang bisa disita dan kamu bisa dikenai sanksi administratif hingga pidana.
BACA JUGA:
Siap Terjun ke Dunia Ekspor-Impor? Ini Jurusan Strategis yang Harus Kamu Pilih
4. Faktor Logistik dan Dokumen Pengiriman
Jika kamu mengimpor lewat jasa ekspedisi (bukan dalam bagasi pesawat), perhatikan dokumen penting seperti:
-
Invoice pembelian
-
Packing list
-
Airway Bill / Bill of Lading
-
Surat Kuasa (jika memakai jasa importir)
Dokumen ini diperlukan untuk proses custom clearance, yaitu tahapan verifikasi dan pelepasan barang di pelabuhan atau bandara.
5. Valuasi dan Pemeriksaan Fisik
Petugas bea cukai memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan fisik jika ada kecurigaan terhadap nilai barang atau jenis barang. Jika invoice dinilai tidak wajar, maka mereka akan menggunakan metode referensi valuasi, yakni membandingkan dengan nilai pasar umum.
Artinya, jangan mencoba mengakali harga barang karena sistem mereka cukup canggih untuk mendeteksi perbedaan nilai riil.
6. Ketentuan Khusus untuk E-Commerce dan Barang Kiriman
Jika kamu belanja lewat e-commerce luar negeri, misalnya Amazon, AliExpress, atau eBay, maka barang akan masuk kategori barang kiriman, bukan barang pribadi. Batas bebas bea hanya USD 3 per hari, dan selebihnya akan kena bea masuk dan pajak otomatis lewat sistem CN Code Declaration.
Sudah Paham Belum Gimana Aturannya?
Membawa barang dari luar negeri bukan hal yang rumit asalkan kamu paham regulasinya. Dari batasan nilai, klasifikasi HS Code, dokumen pendukung, hingga potensi pemeriksaan, semuanya bisa disiapkan sejak awal. Jangan sampai niat belanja hemat berubah jadi masalah hukum karena kelalaian.
Jadi, sebelum masuk ke zona bea cukai, pastikan kamu tahu persis apa yang kamu bawa, berapa nilainya, dan apakah barang tersebut memerlukan izin khusus. Lebih siap, lebih tenang, dan lebih hemat.